Minggu, 19 Januari 2014

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI



A.        Pendahuluan
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990). Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk (Depkes RI, 2000).
Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah merupakan keadaan kesehatan akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup manusia. Selanjutnya, Mc. Laren menyatakan bahwa status gizi merupakan hasil keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya.
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang jika tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan. (Almatsier, 2003). Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Contoh: Gondok merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa. IDN, 2002: 18). Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutriture seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002).
B.          Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung, dan pokok masalah.Pertama, penyebab langsung yaitu makanan dan penyakit infeksi yang mungkin diderita. Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia  dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia. Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai (Soekirman, 2000).
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.    Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef, 1998). Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).
Gangguan gizi (Almatsier,2003) disebabkan oleh faktor primer dan sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan sebagainya. Faktor sekunder meliputi semua factor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makan dikonsumsi. Misalnya faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya pencernaan seperti gigi geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim. Faktor-faktor yang mengganggu absorbsi zat-zat gizi adalah adanya parasit, penggunaan laksan (obat cuci perut), dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi sehingga menyebabkan banyak kehilangan zat-zat gizi adalah banyak kencing (polyuria), banyak keringat dan penggunaan obat-obat.
Ada pula yang membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terdiri atas :
a.        Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
1.        Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso, 1999).
2.        Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik (Suliha, 2001).
3.        Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang  menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991).
4.        Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan (Soetjiningsih, 1998).
b.        Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
1.        Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
2.        Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat (Suhardjo, et, all,  1986).
3.        Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all,  1986).













DAFTAR PUSTAKA
Gibson, RS., 1990. Principles of Nutritional Assesment. Oxford University Press. New York.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Departemen Pendidikan Nasioal. Jakarta.
Mary E. Beck. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica.
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
UNICEF. 1998. The State on the World Children. Oxford Univ. Press.
Schaible U.E., Kaufmann S.H.E. Malnutrition and Infection : Complex Mechanism and global impacts. PloS Med  4(5):e115.Doi:10.1371 / journal.pmed. 0040115.2007.
Soetjiningsih 1998. Tumbuh Kembang Anak. Universitas Erlangga. Surabaya
Suhardjo & H. Riyadi. 1990. Penilaian Keadaan Gizi Masyarakat PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.
Depkes RI. 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta
http//creasoft.wordpress.com/2010/01/01/status-gizi/

NUTRISI PARENTERAL



PENDAHULUAN
          Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh. Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa
nasogastrik) atau cara parentral (intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus,
karena itu hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali.(1,2).
          Dukungan nutrisi merupakan suatu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari manajemen holistik terutama untuk pasien yang sakit kritis oleh karena tindakan bedah atau non bedah. Pada banyak kasus keadaan pasien memburuk atau bisa meninggal yang bukan disebabkan oleh penyakit utama namun sebagai komplikasi sekunder dari malnutrisi.
          Jika krisis katabolisme kecil sedang tubuh mempunyai cukup cadangan tidak timbul masalah apapun.Penderita dewasa mudah sehat dengan status gisi yang baik, dapat menjalani pembedahan, puasa 5 –7 hari setelah operasi sembuh dan pulang dengan selamat hanya dengan kerugian penurunana berat badan. Tetapi pada kenyataannya lebih banyak penderita yang kondisi awalnya sudah jelek ( berat badan kurang, kadar albumin < 3,5 gr/dl), untuk penderita ini puasa pasca bedah / pasca trauma 5 – 7 hari hanya mendapat infus elektrolit sudah cukup untuk mencetuskan hipoalbuminemia, hambatan
penyembuhan luka , penurunan daya tahan tubuh sehingga infeksi mudah menyebar. Sehingga banyak diantara penderita pasca bedah laparotomi karena perforasi ileum ( typhus abdominalis ) , invaginasi , volvulus, atau hernia inkarserata kemudian mengalami kebocoran jahitan usus yang menyebabkan peritonitis atau enterofistula ke kulit . Dengan bantuan nutrisi yang baik penyulit-penyulit fatal ini dapat dihindari. 1,2,3,4,5,6
       Indikasi Parenteral Nutrisi : Iskemik usus
       Ileus Paralitik
       Short Bowel Syndrome dengan malabsorbsi
       Obstruksi usus
       Fistula enterokutaneus high output kecuali pemberian makanan dapat dilakukan melalui bagian distal fistel
       Muntah dan diare hebat
       Peritonitis
       Intoleransi nutrisi enteral persisten atau kegagalan memenuhi nutrisi enteral
Kontraindikasi Parenteral Nutrisi :
       Gastrointestinal fungsional
       Kondisi katabolik yang dapat menggunakan GI dlm 5-7 hari
       Gizi baik yang dapat diberikan diet oral atau enteral dalam waktu 7 – 10 hari
       Lama terapi < 5 hari
       Pemberian nutrisi yang agresif tidak dibutuhkan
       Prognosis pasien tidak dapat dijamin dengan pemberian  nutrisi yang agresif
       Anoreksia atau tidak mampu mencerna cukup makanan secara oral . 22.
CENTRAL PARENTERAL NUTRITION (CPN)
Indikasi (3,4)
Indikasi jalu vena sentral pada pasie yang membutuhkan nutrisi parenteral:
1. Nutrisi parenteral dalam jangka waktu yang lama
2. jalur vena perifer tidak adekuat
3. memutuhkan nutrisi spesifik tertentu.
4. akses vena sentral telah tersedia. Misalnya pada pasien sakit berat yang dirawat di ICU dengan monitorin tekanan vena sentral.
5. jalur vena perifer diperkirakan sulit untuk diakses dan dipertahankan
6. gagal melakukan akses vena perifer
7. membutuhkan volume nutrisi yang besar, Misalnya pada penderita fistula enterokutaneus dengan output tinggi.
Kontarindikasi CPN
1. Riwayat trombosis pada vena sentral
2. telah mengalami komplikasi akibat kateterisasi vena sentral.
3. Secara teknis, kanulasi pada vena sentral diperkirakan sulit atau berbahaya.
          Dari beberapa bahan kateter yan tersedia, polyurethrane dianggap sebagai bahan yang paling baik, meskipun sejumlah laporan menyebutkan adanya keretakan akibat stress lingkungan dan kalsifikasipada pemakaian dalam waktu lama. Namun selain bahan kateter yang ideal, yang lebih penting adalah melakukan kanulasi dengan teknik yang benar dan perawatan yang cermat.5,6

Peripeherally Inserted Central Catheter (PICC)
          PICC adalah kanulasi vena sentral melalui vena perifer, biasanya di daerah fosa kubiti yakni pada vena sefalika atau vena basilika, menggunakan kateter diameter kecil, namun fleksibel dan cukup panjang (hingga 90 cm).6
          Untuk mencegah komplikasi perlu diperhatikan visibilitas dan ukuran vena-vena di lengan, keadaan klinis, mobilitas dan kenyamanan pasien, pemakaian jangka lama tidak ideal untuk metode ini. PICC tidak cocok bagi pasien yang harus duduk di kursi roda atau memakai tongkat sebab dapat menimbulkan
gesekan antara kateter dengan tunika intima sehingga timbul phlebitis.4,5
Komplikasi
1.       Komplikasi Insersi
Kanulasi vena sentral dapat menimbulkan komplikasi 3-12%. Pada jalur infraklavikula sering terjadi trauma pleura menyebabkan pneumothorax serta trauma arteri subklavia.5
Komplikasi lain adalah hemorhorak, emfisema subkutan, hematoma subklavia, efusi pleura, hydromediastinum, trauma pleksus brakhialis, kerusakan duktus torasikus (apabila jalur dari lengan kiri), trauma jantung dengan tamponade, perforasi vena kava inferior atau pembuluh darah paru.3,5
2.       Sepsis Kateter
Terjadi akibat kontaminasi organisme kulit terutama Staphylococcus aureu. Apabila dilakukan tunneling dapat terjadi sepsis akibat Corynebacterium, Enterococcus, gram negatif dan jamur.2 Menegakkan diagnosa sepsis kateter hanya berdasarkan gejala klinis memberi hasil positif palsu 75-85% kasus yang dikonfirmasi dengan kultur dari ujung kateter yang telah dicabut. Mengganti kateter secara periodik
dalam rangka mencegah sepsis kateter sudah tidak dianjurkan lagi, sebab insiden sepsis kateter tidak terbukti disebabkan lamanya pemakaian kateter. Kateter hanya diganti apabila telah terjadi komplikasi.3,4,5
3.       Trombosis Vena 2,3
Angka kejadian trombosis berbanding lurus  dengan pemakaian kateter. Beberapa faktor yang
mempengaruhi trombosis ini antara lain:
- Jenis material kateter
- Posisi kateter (vena sentral atau perifer)
- Kerusakan endotel vena saat insersi
- Infeksi yang menyertai
Pasien dengan trombosis vena ditandai dengan pembengkakan anggota gerak atau sindroma obstruksi vena kava superior.
Penatalaksaan keadaan ini meliputi:
- Kateter dilepas
- Anggota gerak ditinggikan
- Pemberian antikoagulan
4. Penyumbatan Kateter
Kateter dapat menyumbat disebabkan bekuan darah, tumpukan lemak atau garam kalsium. Penyumbatan dapat diceah dengan pronsip bahwa bekuan darah dan sisa cairan nutrisi tidak boleh tertahan meski sebentar.Pemberian 1-3 unit heparin dalam setiap ml cairan dapat menurunkan resiko penyumbatan.5
PERIPHERAL PARENTERAL NUTRITION (PPN)
Indikasi PPN 3,6
1. suplementasi terhadap nutrisi enteral yang tidak adekuat
2. pemenuhan kebutuhan basal pada penderita nin-deplesi dan dapat mentoleransi 3 liter cairan perhari
3. penderita dengan akses vena sentral dikontraindikasikan
Kontraindikasi PPN 3,6
1. Penderita hiperkatabolisme seperti luka bakar dan trauma berat
2. penderita dengan kebutuhan cairan substansial tertentu, misalnya pada pasien fistula enterokutaneus dengan output tinggi
3. penderita yang telah memakai akses vena sentral untuk tujuan lain dimana nutrisi parenteral dapat menggunakan kateter yang telah ada
4. akses vena perifer tidak dapat dilakukan
5. pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral jangka lama (>1 bulan).
Keuntungan PPN
- Terhindar dari komplikasi kanulasi vena sentral
- Perawatan kateter yang lebih mudah
- Mengurangi biaya
- Mencegah penundaan nutrisi parenteral oleh keterbatasan kemampun pemakaian akses vena sentral.
Keterbatasan pemakaian jalur ini dapat diatasi dengan penjelasan berikut:
          Mayoritas pasien yang memerlukan nutrisi parenteral hanya membutuhkan kurang dari 0,25 gram Nitrogen/kgBB/hari atau 30 Kcal/kgBB/hari yang dapat dicukupi dalam 3 liter cairan/hari dapat menggunakan jalur perifer. 75% penderita yang membutuhkan nutrisi parenteral hanya memerlukan nutrisi ini selama kurang dari 14 hari dan bahkan 50% penderita hanya perlu TPN selama kurang dari 10 hari. Dengan kurun waktu demikian maka kebanyakan pemakaian PPN bukan merupakan halangan karena PPN aman dipakai hingga 3 minggu.
          Keterbatasan PPN yang sering adalah akses vena perifer yang inadekuat, khususnya penderita yang sakit serius dan kasus darurat bedah. Namun suatu penelitian dijumpai 56% pasien yang diberikan PPN dapat menyelesaikan TPN hingga sembuh. Hal ini membuktikan bahwa PPN harus dipertimbangkan pada pasien yang membutuhkan nutrisi parenteral. Lagipula akses vena perifer dapat dilakukan melalui
venous cut down.
          Peripheral Vein Thrombophlebitis (PVT)
 Faktor yang paling sering membatasi pemakaian PPN adalah komplikasi thrombophlebitis vena perifer (PVT). Namun dengan pemahaman etiologi PVT serta teknik meminimilasi angka kejadian komlikasi ini telah merubah persepsi terhadap keterbatasan penggunaan PPN.
          Tanda PVT berupa radang ; eritema, oedema, pengerasan vena dan nyeri. Akhir dari PVT adalah terjadinya penyumbatan vena atau ekstravasasi cairan infus. Secara umum semua faktor uang dapat menyebabkan kerusakan endotel vena dapat menimbulkan PVT. Sebalikanya semua hal yang dapat mengurangi kerusakan tersebut juga akan mengurangi kejadian PVT.5
Metode Pemberian PPN
Ada 2 cara pemberian PPN yaitu: 2,6
1. Memakai kateter halus (diameter (0,6 mm), panjang mencapai 20 cm (PICC) sehingga ujung kateter berada pada vena sentral.
2. Menggunakan kateter halus dan pendek (diameter 1 mm), lama pemberian 12 jam untuk kebutuhan satu hari dan kateter dipindahkan setiap hari ke lengan kontralateral. Dengan metode ini angka phlebitis dapat ditekan hingga 18% dengan lama pemakaian 5 hari.
Pilihan pemakaian metoda PPN didasarkan atas pengalaman operator, fasilitas, biaya, kenyamanan pasien dan komplikasi yang diperkirakan bakal terjadi.
KEBUTUHAN CAIRAN
          Kebutuhan cairan penderita dewasa pada umumnya sekitar 30-50ml / KgBB / hari, apabila oligouria cairan yang diperlukan 500 – 600 ml ditambah produksi urine perhari.untuk orang dewasa ( Berat badan 60 kg ). Volume maksimum CPN jarang melebihi 3 L, rekomendasi umum 1,5 sampai 3 L sehari atau  30 – 40 ml/kgBB/hari (ASPEN, 2009). Pada pasien sakit kritis volume CPN harus dikoordinasikan dengan rencana perawatan secara keseluruhan termasuk pemberian cairan, seperti obat-obatan intravena dan produk darah, memerlukan pemantauan secara cermat.Pasien dengan gagal kardiopulmonar, ginjal, dan hati sangat sensitif terhadap pemberian cairan.1,21
KEBUTUHAN ENERGI
          Energi expenditure harus dihitung agar keseimbangan nitrogen yang lebih baik dapat dicapai dan
dipertahankan. Metode yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi ada dua cara yaitu dengan
rumus Harris-Benedict dan indirectcalorimetry dengan expired gas analysis .10,13,14,15.
Harris-Benedict mengkalkulasikan kebutuhan energy seseorang dalam keadaan istirahat, nonstres,
setelah puasa overnigt. Pada keadaan metabolic-stress, maka harus dikalikan stress faktor.
Rumus Harris – Benedict :
Pr. BEE = 665 + 9,6 BB + 1,7 TB – 4,7 U
Lk BEE = 66 + 13,7 BB + 5 TB – 6,6 U
BEE = K cal/ hari BB: kg TB: cm U ; Thn
Perhitungan diatas mungkin sulit diaplikasikan maka untuk penggunaan klinis sehari-hari nilai BEE = 25 –
30 k cal/Kg/hari tidak jauh berbeda dengan nlai yang didapat bila kita menggunakan rumus Harris
Benedict . 9,14,14,15,16.
Indirect-calorimetry.
Walaupun memberi hasil yang lebih akurat tetapi oleh karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium, teknologi dan mahal maka jarang digunakan untuk perhitungan sehari-hari.
KARBOHIDRAT SEBAGAI SUMBER ENERGI
          Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan jalur metabolismenya adalah : glukosa, fruktosa, sorbitokl, maltose, xylitol .1.11,12,15.
Tidak seperti glukosa maka, bahwa maltosa ,fruktosa ,sarbitol dan xylitol untuk menembus dinding sel
tidak memerlukan insulin. Maltosa meskipun tidak memerlukan insulin untuk masuk sel , tetapi proses
intraselluler mutlak masih memerlukannya sehingga maltose masih memerlukan insulin untuk proses
intrasel. Demikian pula pemberian fruktosa yang berlebihan akan berakibat kurang baik.
Oleh karena itu perlu diketahui dosis aman dari masing-masing karbohidrat :
- Glikosa ( Dektrose ) : 6 gram / KgBB /Hari.
- Fruktosa / Sarbitol : 3 gram / Kg BB/hari.
- Xylitol / maltose : 1,5 gram /kgBB /hari.
Campuran GFX ( Glukosa ,Gfruktosa, Xylitol ) yang ideal secara metabolik adalah dengan perbandingan
GEX = 4:2:1
EMULSI LEMAK INTRAVENA
          Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam linoleat) juga sebagai subtrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu. Asam lemak esensial berperan dalam fungsi platelet , penyembuhan luka, sintesa prostaglandin dan immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan bila diberikan bersama-sama dengan glikosa sebagai sumber energi dianjurkan 30 –40 % dari total kalori diberikan dari lemak. Ada bukti infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih dibanding pemberian intermitten.
Direkomendasikan untuk tidak memberikan > 60% kalori total diambil dari subtrat lemak. Sebagai
pegangan jangan berikan porsi lemak > 2 gr / kg BB /hari. Sebaiknya lakukan pemeriksaan kadar triglised
plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena sebagai data dasar. 19,20.
Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% ( 1 k cal /mlk ) dan 20 % ( 2 k cal / ml
) dengan osmolalityas 270 –340 m Osmol /L sehingga dapat diberikan melalui perifer.
Kontra indikasi absolut infus emulsi lemak adalah trigliserit 500 mr/l ,Kolesterol 400 mg/l .
 Kontraindikasi relatif :Trigliserida  300 – 500 mg/l. Kolesterol 300 – 400 mg/l ganggguan berat faal ginjal dan hepar.16,17,18,19,20,21,22.
SUMBER PROTEIN./ASAM AMINO
       Konsentrasi : 3%  - 20%.
        Komersial: semua asam amino esensial dan hanya beberapa asam amino kristal non esensial (terutama asam amino alanin dan glisin, biasanya tanpa aspartat, glutamat, sistein, dan taurin).
        Larutan khusus: pasien anak, pasien dengan penyakit ginjal atau hati
        Kebutuhan protein (ASPEN, 2009)
  Pasien stabil     : 0.8 - 1.0 gram/kg BB/hari
  Pasien kritis                      : 1.2 - 1.5 gram/kg BB/hari
  Jumlah protein maksimum pada hari pertama           60 - 70 gram/L
Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih memerlukan asam amino untuk
regenerasi sel , enzym dan visceral protein Pemberian protein / asam amino tidak untuk menjadi sumber energi Karena itu pemberian protein / asam amino harus dilindungi kalori yang cukup, agar asam amino yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi ( glukoneogenesis).
MIKRONUTRIEN
Pemberian calsium, magnesium & fosfat didasarkan kebutuhan setiap hari, masing-masing :9,11,14,15
IMMUNONUTRIENT.
Perkembangan terbaru dalam tunjangan nutrisi diperkenalkannya immunonutrient .
Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam immunonutrient adalah:
- Amino acids (arginine, glutamin, glycin )
- Fatty acid.
- Nucleotide.
Nutrient – nutrient tersebut diatas adalah ingredients yang memegang peran penting dalam proses
“wound healing” peningkatan sistem immune dan mencegah proses inflamasi kesemuanya essenstial untuk proses penyembuhan yang pada pasien-pasien critical ill sangat menurun.8,12
Kombinasi dari nutrient-nutrient tersebut diatas, saat ini ditambahkan dalam support nutrisi dengan nama Immune Monulating Nutrition (IMN ) atau immunonutrition .10
METODE PERACIKAN
          Meracik semua komponen kecuali emulsi lemak, yang diinfuskan secara terpisah.
          Larutan dicampur dalam satu kantong pada rasio volume dekstrose terhadap asam amino 1:1.
          Menggabungkan emulsi lipid dengan larutan dekstrosa dan asam amino dan disebut sebagai nutrisi total campuran (TNA = Total Nutrient Admixture) atau larutan 3 in 1.
Keuntungan TNA :
       Mengurangi lama perawatan
       Mengurangi risiko kontaminasi kontak
       Mengurangi lama peracikan
       Hemat
       Lebih mudah untuk PN di rumah
       Penggunaan lemak lebih baik dengan infus perlahan dan kontinyu
       Keseimbangan fisiologis makronutrien
Kerugian TNA :
       Mengurangi stabilitas dan kompatibilitas
       IVFE membatasi jumlah nutrien yang dapat digabungkan
       Membatasi pengamatan visual pada TNA; mengurangi kemampuan untuk mendeteksi presipitat
Penambahan Obat-obatan
       Antibiotik, vasopressor, narkotika, diuretik, dan banyak obat lainnya →dapat dicampur dengan larutan nutrisi parenteral.
       Jarang terjadi karena membutuhkan pengetahuan khusus tentang kompatibilitas fisik atau ketidakcocokan isi larutan.
       Obat tambahan yang paling umum adalah insulin untuk hiperglikemia persisten dan H2-reseptor antagonis untuk menghindari stres ulserasi gastroduodenal
Metode Pemberian
          Infus Kontinyu : Biasanya dimulai di bawah sasaran laju infus melalui pompa volumetrik dan kemudian ditingkatkan bertahap selama 2  atau 3 hari untuk mencapai sasaran laju infus. Dimulai berdasarkan jumlah dextrose, dimulai dengan 100 sampai 200 g setiap hari dan meningkat selama 2  atau 3 hari sampai ke sasaran akhir.
          Infus siklik : Periode 8 - 12 jam, biasanya pada malam hari, untuk memungkinkan periode bebas 12 sampai 16 jam setiap hari . Diberikan secara bertahap ketika laju infus yang lebih tinggi atau larutan yang lebih terkonsentrasi diperlukan
REGIMEN ,PENGATURAN DAN RUMATAN NUTRISI PARENTERAL
         Pada hari-hari pertama pemberian nutrisi parental, volume, dan konsentrasi larutan nutrisi ditingkatkan secara bertahap (gradual), bergantung pada toleransi tubuh terhadap volume cairan dan konsentrasi glukose yang masuk .9.10
Contoh perhitungan osmolaritas Formula PN
A. DENGAN LARUTAN DEXTROSE SAJA
NB: Osmolaritas ( 580 + 1100 ) = 840 mOSm ,masih dapat diberikan lewat vena perifer jika diteteskan
bersama .Dextrose 20% dapat dicampur dengan Reguler insulin 20 unit/ 500 cc
B DENGAN LARUTAN DEXTOSE DAN ASAM AMINO LEWAT PERIFER .
NB: semua sumber substrat menetes bersama 24 jam, melalui vena perifer
C. DENGAN LARUTAN DEXTOSE , ASAM AMINO MELALUI VENA SENTAL


PEMANTAUAN PENDERITA 1,9,18,19,21
          Kemajuan dan kemunduran keadaan umum penderita dipantau setiap harinya, termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya (bila fasilitas ada). Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah :
1.Darah:
a. Darah rutin pemeriksaan hemaglobin, hemetokrik, leukosit, mula-mula dua kali seminggu selanjutnya
sekali seminggu.
b. Gula darah setiap hari selama seminggu, kemudian dua kali seminggu.
c. Protein dan albumin mula-mula dua kali seminggu, kemudian sekali seminggu.
2.Urine.
Volume urine diukur setiap jam.

PENGHENTIAN NUTRISI PARENTERAL.
          Penghentian nutrisi parentral harus dilakukan dengan cara bertahap untuk mencegah terjadinya rebound hipoglkemia. Cara yang dianjurkan adalah melangkah mundur menuju regimen hari pertama. Sementrara nutrisi enteral dinaikkan kandungan subtratnya. Sesudah tercapai nutrisi enteral yang adekuat (2/3 dari jumlah kebutuhan energi total) nutrisi enteral baru dapat dihentikan.14,15,16,17,18.

KESIMPULAN
          Nutrisi parenteral tidak bertujuan menggantikan kedudukan nutrisi enteral lewat usus yang normal. Segera jika usus sudah berfungsi kembali, perlu segera dimulai nasogastric feeding, dengan sediaan nutrisi enteral yang mudah dicerna.
          Nutrisi parenteral dapat diberikan dengan aman jika megikuti pedoman diatas. Karena tubuh penderita perlu waktu adapatasi terhadap perubahan mekanisme baru maka selama penyesuaian tersebut jangan memberi beban yang berlebihan: “ START SLOW GO SLOW- OBSERVE CAREFULLY, TREAT
IMMEDIATELY”
          Perbaikan dari komposisi subtrat nutrisi, perbaikan tehnik, pengetahuan, skala prioritas dalam support metabolik dan bedside monitor, dibutuhkan untuk mencapai recovery yang maksimal. Saat ini ditemukan immunonutrition yang bertujuan untuk meningkatkan immune respons pada pasienpasien
critical ill agar supaya outcome klinis dapat diperbaiki dan lama rawat rumah sakit dapat diturunkan seperti arginine, glutamine, glycine,( golongan asam amino),fatty acids, nucleotide.

DAFTAR PUSTAKA
1.       Krause’s Food and Nutrition Theraphy, 2008
2.       Grant. Parenteral Access. In: Rombeau and Rolandeli, editors.Clinical Nutrition : Parenteral Nutrition. Third Edition. Philadelphia, W.B. Saunders Company ; 2000 p.109 – 16.
3.        Hamilton. The Insertion of a Central Venous Catheter for Parenteral Nutrition. In : Hamilton, editor. Total Parenteral Nutrition. London, Churchill Livingstone, 2000. p.101 – 36.
4.        Mihm. Rosenthal. Central Venous Catheterization. In: Benumof, editor. Clinical Procedures in Anesthesia and Intensive Care, Philadelphia, Lippincott Company ; 1992. p. 339 – 73.
5.        Payne-James. Venous Access for Parenteral Nutrition. In: Payne-James, Grimble and Silk, editors. Artificial Nutrition Support in Clinical Practice. Second edition. London, Churcill Livingstone; 2001. p. 381 – 96.
6.        Hill. Buku ajar Nutrisi Bedah (Disorders of Nutrition and Metabolism in Clinical Surgery: Understanding and Management). Jakarta, Farmadia, 2000. p.106 – 16.
7.        Shires and Lowry. Fluid, electrolyte and Nutritional Management of the Surgical Patient. In: Schwartz, Shires and Spencer, editors. Principles of Surgery. Sixth Edition. New York, McGraw-Hill; 1994. p.61 – 93).
8.       Rahardjo. E : Dukungan Kombinasi Nutrisi Enteral-Parenteral, 2nd Symposium Life Support & Critical Care on Trauma & Emergency Patients. Surabaya. 2002.
9.       Arifin. H : Metabolisme dan nutrisi pada Critically Ill : Langkah untuk masa mendatang, Kumpulan makalah pertemuan ilmiah berkala. (PIB) XI IDSAI. Medan. 2002
10.   ACCP Consensus Statement. Applied Nutrition in ICU Patients. CHEST 1997; 111:769-78
11.    Mustafa I: Present and futute of Immunonutrition, Makalah lengkap KONAS IDSAI VII, Bagian
12.   Anestesiologi & Terapi Intensif FKUH- RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makssar 2004.
13.    Guideliness on Artifical Nutrition Support. British Society of Gastroenterology, september 1996.
14.    Olejnik, J; MrAz, PA. PerioperativeTotal Parental Nutrition All in One and Major Gastrointestinal Surgery. Rozhl Chir 1998; 77:555
15.    Poret, HA; Kuds, KA. Perioperative Total Parental Nutrition. Dalam buku : Rombeau, JL; Chadwell,MD; eds, Clinical Nutrition Parenterral Nutrition, 2nd ed. WB Saunders Co. 1993 ; 21 : 409 – 426.
16.   Rahardjo. E : Pola Umum Pelaksanaan Nutrisi Parenteral, Simposium Terapi Cairan III, Nutrisi
Parenteral, Surabaya. 1992.
17.   Rifki, AZ : Bantuan Nutrisi Perioperatif. Simposium Kedokteran Perioperatif II KONAS VI IDSAI. 2001.
18.    Rombeau J. Consensus Confrence Report Reviews Evidence on Perioperative Nutritional Support.ScientificAmerican Surgery, 1999; II; 10:20-21.
19.   Arifin H : Rational use of Parenteral and Enteral Nutrition for postoperatve and Critically ill Patient,Makalah lengkap KONAS IDSAI VII, Bagian Anestesiologi & Terapi intensif FKUH-RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo ,Makassar 2004.
20.   S.Sunatrio : Imunonutrisi pada Pasien Sakit Kritis ,The Indonesian Journal of Anaestesiology and Critical Care, Vol 22 No 2 Mei 2004. Medical Faculty of Hasanuddin University
21.   The Clinical Dietitian’s Pocket Guide, 2009
22.   ASPEN. Parenteral Nutrition Handbook. 2009